satyabhayangkar.co.id | Saumlaki_
Bertempat di Kantor Dinas Ketenagakerjaan kabupaten Kepulauan Tanimbar, Kepala Bidang Tenaga Kerja, Herman Yoseph Sarpumpwain, SH dan mengatakan kepada media ini bahwa saat ini memang upaya perundingan Bipartit Pengurus SBSI-FTNP dan pihak perusahaan yang bergerak di bidang perikanan sudah selesai untuk tingkatan di Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Jumat (26/04/24) siang.
“ Saya sudah sampaikan ke kepala seksi untuk siapkan surat pelimpahan kasusnya ke adhoc PHI Ambon jadi kalau memang suratnya sudah ditandatangani, maka surat sudah bisa dikirimkan langsung ke Provinsi Maluku “ tegasnya.
Herman menjelaskan, sebenarnya pihaknya mempunyai kepentingan untuk kasus PT. MBS (Makmur Bahari Sukses)
ini tidak boleh dibawa sampai ke peradilan ad hoc hubungan industrial di Ambon mengingat pihaknya mempunyai etika untuk bekerja dan itu harus diusahakan berdamai sehingga penyelesaian tidak perlu sampai ke tingkatan-tingkatan itu.
Sambungnya mengakui bahwa memang etika baik daripada perusahaan itu tidak ada untuk punya niat menyelesaikan maka kasus ini memang harus sampai ke Ambon untuk disidangkan di pengadilan adhoc PHI (Pengadilan Hubungan Industrial) Ambon.
“ Mudah-mudahan kasus ini bisa diselesaikan di PHI Ambon, tinggal perusahaan punya niat bagaimana apakah mau dimediasi kembali lagi sebelum kasus ini masuk persidangan.” Ujarnya.
Selanjutnya Yoseph ingin pastikan mekanisme harus berjalan sesuai prosedural dengan aturan perundang-undangan yang berlaku bahwa memang tenaga kerja ini saat di rumahkan perusahaan, otomatis hak-haknya tidak pernah hilang dan harus diselesaikan pihak perusahaan sesuai dengan amanah undang-undang ketenagakerjaan.
Disaat yang sama, Ketua DPC Serikat Buruh Sejahtera Indonesia Federasi Transportasi, Nelayan dan Pariwisata (SBSI-FTNP) Kabupaten Kepulauan Tanimbar Novianty M. Kotngoran, S.IP
didampingi Sekertaris dan beberapa pengurus lainnya telah berada di kantor Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Kepulauan Tanimbar untuk mediasi Bipartit terakhir bersama dengan pihak perusahaan PT. MBS (Makmur Bahari Sukses) yang mana ada 4 ex tenaga kerja yang telah memberi kuasa kepada Pengurus SBSI-FTNP Kabupaten Kepulauan Tanimbar.
Menurut Novi panggilan akrabnya, surat kuasa dibuat untuk membantu mengurus hak-hak pekerja di mana pada tahun 2021 itu perusahaan yang bergerak di bidang perikanan PT MBS (makmur bahari sukses) itu pailit dan ada sekitar 9 tenaga kerja yang pesangonnya tidak dibayarkan dan dari 9 tenaga kerja itu hanya tersisa 4 tenaga kerja saja yang kami bantu untuk mediasi, karena yang 5 lainnya sudah secara diam-diam berkoordinasi dengan pihak perusahaan untuk mengambil pesangon mereka yang kisarannya sekitar 2 sampai 3 jutaan rupiah.
Sambungnya menjelaskan sesuai pengakuan dari pihak perusahaan sendiri dalam hal ini saudara Apaung sebagai penanggung jawab daripada perusahaan PT. MBS, dia mengaku waktu saham perusahaan ini dijual kepada pak Robi Lamusu, ada tersisa dana 114 juta rupiah yang akan diberikan kepada pesangon para pekerja namun waktu beberapa kali mediasi di Polres Kepulauan Tanimbar, mereka menyatakan tidak bersedia memberikan dana 114 juta itu kepada 9 tenaga kerja dengan alasan bos yang di Negara China bilang itu terlalu mahal.
“ Sebenarnya undang-undang mengamanatkan jika perusahaan itu pailit berarti yang pertama harus dibayarkan itu adalah upah tenaga kerja, namun kenyataannya adalah PT. MBS lebih utamakan aset ketimbang pekerja yang bekerja menghidupi perusahaan kurang lebih 5 tahun di Saumlaki, Kepulauan Tanimbar.” Ucap Novi.
Sekretaris SBSI-FTNP Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Melkias Samangun
Selanjutnya Melkias mengingatkan untuk ini menjadi bahan pelajaran penting sekali bagi perusahaan yang sudah pailit yang mempercayakan kepada pihak ketiga untuk sebagai pengelola keuangan jangan sampai ini terjadi lagi, upah atau hak tenaga kerja harus segera diselesaikan, tidak lagi tersendat pada pihak ketiga yang sebagai pengelola yang sementara sengaja ada unsur-unsur untuk menggelapkan uang pesangon hak pekerja sebanyak 114 juta rupiah.
“ Sejak awal pihak perusahaan sudah menyiapkan anggaran 114 juta, tetapi pengelola dalam hal ini saudara Apaung tidak mau mengeluarkan uang itu untuk membayar pihak pekerja, ini unsur pidana yang memang harus Provinsi selesaikan, sehingga ke depan tidak ada lagi pengelola, ketika perusahaan sudah menyiapkan uang untuk tenaga kerja tetapi ada unsur kesengajaan untuk menggelapkan anggaran, lalu tidak mau membayarkan itu tenaga kerja.” Tegas Melkias mengakhiri. (A.L)