Satya Bhayangkara.co.id| Saumlaki_
Dalam rapat desa yang berlangsung di balai Desa ilngei, Kecamatan Tanimbar Selatan, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Kepala Desa Ilngei, Bonefasius Lamere dan Staf Desa bersama Lembaga BPD, Lembaga Gereja, Lembaga Adat dan Karang Taruna bersepakat dan telah menandatangani surat penolakan terhadap surat pembatalan pembangunan bendungan oleh saudara
Petrus olinger SH, Direktur Kepala Badan Pusat Reclasering Republik Indonesia yang berkedudukan di Jakarta. Minggu (07/07/24) siang.
Menurut Bonefasius, surat pembatalan pembangunan bendungan di kawasan sumber air Wermomolin desa Ilngei oleh saudara Petrus olinger SH sangat tidak mendasar dan hanya kepentingan sepihak tidak mempedulikan kepentingan umum.
Sambungnya menjelaskan, kegiatan pembangunan bendungan adalah proyek strategis nasional program Presiden Jokowi, bukan program pemerintah Desa Ilngei sehingga tidak dapat dibenarkan untuk dibatalkan oleh pihak manapun.
“ Walaupun Lembaga recllassering bergerak di bidang hak asasi manusia tetapi dengan cara begini sangat keliru artinya seorang praktisi hukum tidak boleh mempersulit kemudian melakukan pembatalan sehingga masyarakat menjadi marah karena sudah rugi biaya transportasi bolak-balik dan masyarakat juga telah memasang patok batas pembebasan lahan, pembersihan lahan batas kepemilikan sehingga masyarakat sangat resah atas pembatalan itu.” Tegasnya.
Selanjutnya dia membeberkan bahwa Tim LARAP ( Land Acquisition and Resetlement Action Plant) adalah Perencanaan Persiapan Pembangunan Bendungan dan konsultan sementara menunggu PKM (Pertemuan Konsultasi Masyarakat) ke-2, karena sudah ada patok permanen dan telah disampaikan kepada masyarakat dan Tim 3 menunggu hasil liputan masyarakat kemudian pekerjaan bendungan sudah bisa berjalan. Urainya.
Saudara Petrus Olinger SH yang di konfirmasi media ini via telepon selulernya mengatakan pada hakekat pihaknya berpandangan secara umum dan secara teknis berbagai elemen dan komponen mayoritas dari masyarakat di desa Ilngei adalah petani.
“ Kita tidak membatasi atau membatalkan kehendak mereka untuk menjual lahan mereka tetapi paling tidak dasar pemikiran dan ada peluang yang nantinya mendorong ke arah yang lebih baik di masa mendatang, kami berupaya mengimbangi persoalan ini dilihat dari sejarahnya dalam memberikan saran, pendapat dan pandangan.” Ujarnya.
Petrus berpandangan bahwa selain pemerintah desa ada pemerintahan tertinggi bisa memberikan perbandingan terhadap apa yang pihaknya sampaikan dengan harapan bahwa tidak merujuk pada suatu gaya yang kembali kepada kehendak pribadi tetapi berbicara soal hakikat kebersamaan dalam budaya dan tradisi yang hidup dewasa ini.
“ Kami akan kembalikan persoalan ini kepada institusi banding dalam hal ini
Bidang Pertanahan dan sebagainya mudah-mudahan ada pandangan yang sama atau bertujuan sama baik dalam rumusan tata pemerintahan pada prinsip-prinsip kehidupan berbangsa dan bernegara.” Tutup Petrus selaku penerima mandat Lembaga recllassering yang bergerak di bidang hak asasi manusia. (AL)