Saumlaki, Satya Bayangkara.co.id. Beredar luas video berdurasi 1 menit 19 detik yang menggambarkan bagaimana ajakan seseorang di hadapan para mahasiswa salah satu perguruan tinggi mengundang calon bupati dan wakil bupati untuk diantar mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum. 29/08/2024.
Judul di atas sedikit mendorong kita melihat apa landasan yuridis formal dalam rangka menganalisis fenomena yang ada sehinggi tidak bias dalam memberikan interpretasi terhadap fakta yang ada.
Bisakah Kampus Dijadikan Tempat Kampanye Politik?
UU Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 280 ayat (1) huruf (h) melarang penggunaan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dalam kegiatan kampanye.
Pada tanggal 15 Agustus 2023, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan yang memungkinkan kampanye di sekolah dan kampus, meskipun dengan beberapa catatan, seperti yang tercantum dalam Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023.
Tujuan utama pemilukada adalah memberikan kesempatan kepada warga negara Indonesia untuk menyampaikan aspirasi mereka (Calon Bupati dan Wakil Bupati) yang memimpik Kabupaten Kepulauan Tanimbar 5 tahun ke depan.
Keputusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 sejalan dengan peran mahasiswa sebagai agent of control yang bertugas mengawasi hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan dalam masyarakat. Mereka dapat memberikan saran, kritik, dan solusi terhadap masalah sosial di masyarakat dan negara dengan syarat: Calon Bupati dan Wakil Bupati hadir tanpa menggunakan atribut kampanye pemilu dan atas undangan dari pihak Lembaga Pendidikan Tinggi.
Mahasiswa Sebagai Agen Kontrol
Mahasiswa sebagai agent of control diharapkan dapat berpikir kritis dan responsif terhadap sistem politik guna menciptakan pemilu yang berintegritas, adil dan damai. Artinya calon bupati dan wakil bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar dapat menyampaikan gagasan atau ide di kampus atas permintaan lembaga pendidikan, karena di sana ada siswa yang berpikir kritis dan analitis terhadap setiap ide dan gagasan bagi bambangunan menyeluruh lima tahun ke depan.
Integritas itu adalah para kandidat tidak boleh malanggar hal-hal yang dilarang UU No 7 Tahun Tahun 2017 Tentang Pemilu, seperti no money politic dan lain-lain.
Ketika di kampus, para Calon Bupati dan Wakil Bupati memaparkan ide-ide cemerlangnya, fungsi kritis mahasiswa dan dosen adalah memberi informasi kepada publik, bahwa kandidat tertentu layak dipilih Masyarakat Tanimbar untuk menjadi pemimpin KKT lima tahun mendatang dari hasil evaluasi kritisnya.
Demikian makna essensial dari Putusan MK Nomor 65/2023 terkait Lembaga Pendidikan dapat dijadikan tempat kampanye atas permintaan Pimpinan Lembaga Tinggi yang bersangkutan.
Essensi Video Yang Beredar dan Etiskah?
Saya setuju jika kampus dijadikan tempat untuk menyampaikan Visi dan Misi Calon Bupati dan Wakil Bupati dari semua calon yang sudah dan akan mendaftarkan diri ke KPU. Alasannya, karena dijamin UU yaitu Putusan MK Nomor 65/2023.
Karena durasi video yang beredar tidak secara menyeluruh menggambarkan aktivitas seseorang di hadapan para mahasiswa dan dosen, hanya beberapa kalimat ajakan, “Besok Unlesa merusak harga diri… Besok kita akan kedatangan Calon Bupati dan Wakil Bupati…”
Pada momentum ini, perlu ditegaskan bahwa, fungsi kritis siswa sebagai agen kendali dikekang, diabaikan. Dan digiring di ranah “Politik Kecenderungan” pada kandidat tertentu. Hal ini secara tegas melanggar Putusan MK Nomor 65/2023. Artinya terdapat pelanggaran terhadap aturan yuridis formal.
Secara etika, tidak seharusnya seseorang menggiring (mengajak) mahasiswa pada ranah politik praktis di kampus. Kecuali memberikan pencerahan kepada mahasiswa mengkritisi berbagai program calon bupati dan wakil bupati yang kelak bermanfaat bagi seluruh Masyarakat Tanimbar ketika menuju TPS memilih sesuai nuraninya pada pilihan yang tepat dan rasional karena pencerahan akademik dari pada dosen dan mahasiswa ketika para calon bupati dan wakil bupati memaparkan visi dan misinya di lembaga pendidikan seperti halnya kampus Lelemuku. ( M.O )