SATYA BHAYANGKARA | JAKARTA, – BPOM melalui Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik menggelar kegiatan sosialisasi terhadap 2 peraturan yang telah diterbitkan, yaitu Peraturan BPOM Nomor 15 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan BPOM Nomor 32 Tahun 2022 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Suplemen Kesehatan; serta Peraturan BPOM Nomor 16 Tahun 2024 tentang Batasan Cemaran Dalam Kosmetika. Kedua peraturan tersebut disahkan setelah melalui proses konsultasi publik dan harmonisasi.
Sosialisasi dilakukan pada Kamis (24/10/2024) dan dibuka oleh Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik Mohamad Kashuri.
Acara yang dilaksanakan secara hybrid ini dihadiri oleh seluruh pemangku kepentingan di bidang suplemen kesehatan dan kosmetik, antara lain perwakilan dari asosiasi dan pelaku usaha, laboratorium eksternal, kementerian/lembaga, akademisi perwakilan perguruan tinggi, organisasi profesi di bidang kesehatan, dan lembaga konsumen Indonesia.
Peserta kegiatan termasuk perwakilan unit pelaksana teknis di tingkat pusat dan Balai Besar/Balai/Loka POM juga hadir mengikuti kegiatan ini.
“Regulasi di pemerintah harus adaptif dan menyesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan saat ini dan yang akan datang.
Sosialisasi ini merupakan jawaban bahwa regulasi BPOM sudah sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman,” tutur Mohamad Kashuri pada sambutannya.
Mohamad Kashuri juga manyampaikan beberapa upaya terobosan yang dilakukan BPOM terkait kajian bahan baku, yaitu percepatan layanan pengkajian dengan penurunan service level agreement (SLA) dari 85 hari kerja (HK) menjadi 10 HK.
Percepatan layanan diberikan untuk usulan kajian dengan kriteria tertentu. Pengkajian jalur cepat ini mengakomodir kebutuhan pelaku usaha untuk bisa mendapatkan hasil kajian dalam tempo singkat.
“Tentunya terobosan tersebut sangat membantu pelaku usaha untuk berproses selanjutnya pada saat registrasi [produk]”, tambahnya.
Isu yang terjadi pada komoditi suplemen kesehatan dan kosmetik sangatlah dinamis sehingga BPOM harus bersikap agile.
Salah satunya dengan cara mereviu peraturan yang telah diterbitkan agar selaras dengan perkembangan isu yang terjadi, baik dalam rangka menindaklanjuti hasil kesepakatan bersama di tingkat ASEAN maupun dalam rangka menyesuaikan dengan perkembangan inovasi dan ilmu pengetahuan bidang suplemen kesehatan dan kosmetik.
Tentunya ini dilakukan dengan tetap memerhatikan serta mengutamakan keamanan suplemen kesehatan dan kosmetik yang digunakan masyarakat sebagai konsumen.
Direktur Standardisasi Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik Dian Putri Anggraweni pada kesempatan yang sama menjelaskan secara detail poin-poin apa saja yang berubah pada peraturan tersebut.
Pada Peraturan BPOM Nomor 15 Tahun 2024, perubahan dilakukan terhadap batas maksimum/hari selenium untuk ibu hamil dan menyusui dari 60 mcg/hari menjadi 65 mcg/hari dalam bentuk kombinasi.
Perubahan ini berdasarkan pada kajian ilmiah bersama narasumber ahli untuk menyesuaikan dengan kebutuhan hukum serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang suplemen kesehatan.
Selain itu, ada pula perbaikan redaksional pada keterangan untuk suplemen zink, namun tidak mengubah maknanya.
Sedangkan untuk Peraturan BPOM Nomor 16 Tahun 2024 tentang Batasan Cemaran Dalam Kosmetik, Dian Putri Anggraweni menjelaskan beberapa perubahan yang terjadi, yaitu pertama mengenai perluasan fasilitas pengujian.
Pengujian dapat dilakukan tidak hanya oleh laboratorium terkareditasi, namun juga laboratorium internal industri kosmetik yang memiliki sertifikat Cara pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) atau sertifikat pemenuhan aspek CPKB. Perubahan kedua mengenai penurunan batas cemaran 1,4-Dioxane dari 25 ppm menjadi 10 ppm.
“Hal ini sesuai dengan grace period yang telah disepakati pada pertemuan ASEAN Cosmetic Scientific Body (ACSB) tahun 2019 di Myanmar. Sejak 19 Juni 2023, seluruh kosmetik di ASEAN harus memenuhi batas cemaran dioksan dengan batas 10 ppm, serta penambahan cemaran yang diatur, yaitu acrylamide dan diethylene glycol.
Ketentuan ini mengadopsi dari Peraturan BPOM Nomor 17 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan BPOM Nomor 23 Tahun 2019 tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika,” terang Dian Putri Anggraweni.
Pada sesi tanya jawab dengan peserta, perwakilan dari Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan dr. Stefani Christanti, menyampaikan bahwa pembaruan peraturan BPOM ini merupakan hal yang ditunggu-tunggu.
Untuk itu, Ia menyampaikan ucapan terima kasih atas diterbitkannya Peraturan BPOM Nomor 15 Tahun 2024. Peraturan ini dapat mengakomodir keperluan terkait suplemen zat gizi mikro untuk ibu hamil (suplemen multi mikronutrien/MMS).
Hal senada juga disampaikan perwakilan Asosiasi Pengusaha Suplemen Kesehatan Indonesia (APSKI) yang sangat mengapresiasi BPOM atas diterbitkan regulasi tersebut.
Diterbitkannya regulasi tersebut tidak hanya bermanfaat bagi produsen lokal, tapi juga mendukung Indonesia untuk bisa mempercepat proses ekspor, khususnya untuk produk MMS.
Rangkaian kegiatan sosialisasi hari ini dilanjutkan dengan launching Pedoman Pengkajian Obat Bahan Alam, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik.
Juga sarana DEKORASI (desk konsultasi regulasi) yang dihadirkan untuk meningkatkan pelayanan pengkajian sebagai layanan di Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik.
Melalui kegiatan sosialisasi ini, diharapkan semua pelaku kepentingan yang hadir memiliki pemahaman yang sama mengenai pelaksanaan pengawasan suplemen kesehatan dan kosmetik yang diedarkan.
Seluruh pihak yang terlibat juga diharapkan terus berkomitmen dalam melaksanakan ketentuan yang berlaku untuk memastikan produk suplemen kesehatan dan kosmetik yang beredar aman, bermanfaat, dan bermutu bagi konsumen
Pewarta : Arif prihatin