Koperasi Merah Putih: Peluang Emas Harus Dikawal Ketat yang Rentan Jika Tak Diawasi

News5 Dilihat

SATYA BHAYANGKARA-BULUKUMBA
-14 Mei 2025 – Pemerintah resmi mencanangkan program Koperasi Merah Putih Desa/Kelurahan sebagai instrumen pembangunan ekonomi berbasis komunitas, merujuk pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025. Program ini diharapkan menjadi motor penggerak kemandirian ekonomi desa melalui pemberdayaan koperasi yang berbasis pada potensi lokal.

Inisiatif tersebut mendapat apresiasi dari berbagai kalangan, termasuk organisasi Asatu Rijal, menyebut langkah ini sebagai bentuk nyata keberpihakan negara terhadap rakyat kecil. “Pemberdayaan masyarakat desa melalui koperasi adalah strategi klasik yang terbukti ampuh di banyak negara maju,” ujarnya.

Namun di balik semangat besar itu, sejumlah tantangan besar mengintai. Salah satunya adalah kesiapan pelaku koperasi di lapangan yang dinilai masih minim. Kemungkinan banyak aparatur desa dan masyarakat belum memahami prinsip-prinsip koperasi modern secara utuh. Tak jarang, koperasi dipersepsikan sebagai sekadar program bantuan sosial dari pemerintah, tanpa kewajiban profesional dan tanggung jawab hukum yang melekat.

“Paradigma keliru ini berbahaya. Tanpa pemahaman menyeluruh, koperasi bisa tergelincir menjadi lahan korupsi, penyalahgunaan wewenang, atau bahkan hanya formalitas semata,” tambah Rijal. Ia mengingatkan bahwa koperasi adalah entitas hukum yang harus tunduk pada regulasi ketat, seperti UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

Risiko hukum pun menjadi ancaman nyata. Pengelolaan dana tanpa akuntabilitas dan pemahaman hukum dapat berujung pada pelanggaran hukum, penggelapan dana, bahkan pidana korupsi, terutama bila dana negara ikut terlibat. “Jika tidak dikawal ketat, Koperasi Merah Putih bisa berubah menjadi ladang kasus hukum yang merugikan rakyat,” kata Rijal.

Untuk menghindari potensi tersebut, ia menekankan pentingnya pembinaan dan pengawasan sebagai komponen utama, bukan sekadar pelengkap program. Kementerian Koperasi dan UKM bersama dinas daerah diminta mengembangkan sistem pengawasan yang aktif, responsif, serta memastikan koperasi yang dibentuk sehat, aktif, dan dijalankan secara profesional.

Selain itu, Rijal juga menyerukan perlunya pendampingan hukum, pelatihan manajemen koperasi, dan sistem evaluasi berbasis kinerja dan laporan keuangan secara berkala. Tak kalah penting, kolaborasi lintas sektor termasuk kejaksaan, inspektorat, BPKP, dan kepolisian juga harus dilibatkan untuk menjamin integritas pelaksanaan program.

“Dalam konteks hukum, niat baik tidak bisa dijadikan pembenar atas pelanggaran prosedur. Program ini harus dijalankan dengan kesiapan sumber daya manusia yang memadai, pengawasan ketat, dan pembinaan berkelanjutan. Jika tidak, Koperasi Merah Putih hanya akan menjadi proyek tanpa masa depan,” tutup Rijal.

Koperasi Merah Putih diharapkan menjadi pusat pemberdayaan ekonomi desa, mendorong usaha bersama, dan pemanfaatan potensi lokal, sekaligus menciptakan masyarakat desa yang mandiri, efisien, dan berdaya saing tinggi. Namun untuk mewujudkan semua itu, kerja keras dan pengawasan melekat adalah harga yang tak bisa ditawar.

Narasumber.Taju

Pewarta.Basri