SATYA BHAYANGKARA-BULUKUMBA
– 27 Mei 2025 Sulawesi– Selatan
Aktivitas penambangan liar di belakang Bendung Darurat Desa Lonrong, Kecamatan Ujung Loe, Kabupaten Bulukumba, kembali menuai sorotan tajam. Kunjungan lapangan oleh tim Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang pada 15 Mei 2025 mengungkap fakta mencengangkan: tambang ilegal beroperasi hanya sekitar 500 meter dari infrastruktur vital pengairan pertanian.
Kunjungan ini turut didampingi langsung oleh Ketua DPK LIPAN Indonesia Kabupaten Bulukumba, Adil Makmur. Ia menilai kondisi di lapangan sangat mengkhawatirkan. “Aktivitas tambang di lokasi ini bukan hanya melanggar aturan teknis, tetapi juga menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan. Jika terus dibiarkan, petani akan kehilangan akses air yang menopang ratusan hektare sawah,” tegasnya.
Kehadiran BBWS merupakan tindak lanjut dari surat resmi DPK LIPAN Indonesia Bulukumba yang merespon laporan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) “Sehati” Desa Garanta, khususnya Kelompok Tani Dato Ribandang, yang mewakili keresahan petani di tiga desa: Garanta, Balong, dan Manjalling. Dalam pernyataan sikap yang juga diketahui oleh Kepala Desa, para petani menolak tegas aktivitas tambang yang dinilai telah merusak sistem irigasi dan mengancam musim tanam mendatang.
Pimpinan tim BBWS, Sofyan Wijaya, menegaskan bahwa kegiatan penambangan hanya diperbolehkan jika memenuhi jarak aman minimal 500 hingga 1000 meter dari bendung, dan sama sekali tidak boleh dilakukan di bagian belakang bendungan. “Struktur pengairan tidak boleh diganggu. Ini prinsip dasar konservasi sungai,” ujarnya.
Namun realitas di lapangan menunjukkan pelanggaran serius. Aktivitas tambang terjadi tepat di zona terlarang, menyebabkan terbentuknya kubangan luas dan memperlebar alur sungai di belakang infrastruktur bendung darurat. Bendung ini merupakan satu-satunya sumber pengairan utama yang menopang produktivitas pertanian di ketiga desa tersebut.
Anggota BBWS, Adi Petta Lanang, dalam sesi kunjungan sempat mempertanyakan dasar legalitas keberatan masyarakat. Namun Adil Makmur langsung menunjukkan lokasi tambang yang nyata-nyata melanggar batas aman teknis.
Adil mengungkapkan bahwa pihaknya pernah menawarkan dialog antara pengusaha tambang dan kelompok petani. Namun, tawaran tersebut ditolak tegas oleh para petani. “Ini bukan soal kompromi. Warga sudah trauma. Bila negara tidak hadir, maka petani bisa bertindak sendiri. Sebelum hal itu terjadi, aktivitas tambang di belakang bendung harus dihentikan total,” ujarnya.
Sebagai alternatif solusi, DPK LIPAN Bulukumba mengusulkan pengambilan material melalui jalur normalisasi Sungai Bendungan Balangtie Keke yang sesuai aturan teknis dan berpihak kepada kepentingan rakyat. “Petani tidak menolak pembangunan. Justru mereka merasa terbantu jika prosesnya sesuai mekanisme,” tambah Adil.
Ketua DPK LIPAN Indonesia Kabupaten Bulukumba ini juga menegaskan bahwa apabila ada pihak yang menolak upaya normalisasi sungai demi kepentingan bersama, maka penolakan tersebut patut dicurigai sebagai bagian dari kepentingan pribadi. “Normalisasi ini solusi konkret. Kalau ada yang menolak, saya nyatakan itu bukan untuk kepentingan rakyat, tapi karena tidak bisa dihitung berapa banyak material yang bisa dikuasai di jalur tersebut,” tegasnya.
“Ini bukan sekadar soal tambang, ini soal nasib ratusan keluarga petani yang menggantungkan hidupnya pada air,” tutup Adil Makmur.
Narasumber.Adil Makmur
Pewarta.Basri