Mereka Menyandang Atribut Wartawan Lengkap Dengan Sertifikat Kompetensi

News13 Dilihat

SATYA BHAYANGKARA|BANDA ACEH — Di balik semarak dunia jurnalistik, diam-diam tumbuh sel-sel penyakit yang menggerogoti wibawa profesi.

Mereka Menyandang Atribut Wartawan Lengkap Dengan Sertifikat Kompetensi, jabatan senior, bahkan posisi strategis di organisasi kewartawanan didunia Pers.

Tapi mereka bukan pembawa cahaya informasi, melainkan pemburu rente yang menjelma menjadi begal berseragam pers.(4/6/2025)

Kini, usia mereka uzur—banyak yang layak disebut pensiunan.Tapi semangat mereka untuk mengisap anggaran justru makin beringas.

Mereka bergerombolan, membentuk barisan “sepuh bermasalah” yang senang menebar ancaman kepada pejabat dan meneror siapa saja dengan berita-berita dugaan yang dikemas bak tudingan murahan.

Bila dulu mereka gemar nongkrong di warung kopi dekat tower sinyal HP—tempat sinyal mudah tapi nalar hilang—kini mereka bergeser ke warung-warung lebih tertutup. Ini terjadi sejak sepak terjang dan kejahatan mereka mulai terendus, jadi konsumsi para jurnalis muda, bahkan dibicarakan dalam grup-grup diskusi profesional.

Namun bukannya introspeksi, mereka justru memperkuat barisan dan menambah strategi.

Parahnya lagi, beberapa di antaranya kini bertongkat pada anak sendiri.

Ya, anak kandung dijadikan penerus “tradisi amplop” yang mereka bangun.

Anak mulai diajarkan cara-cara meminta iklan, menerima amplop, dan menyodorkan proposal seperti sales alat kantor, padahal status resmi mereka tercantum sebagai wartawan.

Sebuah proses pewarisan yang tak layak disebut regenerasi, melainkan dekadensi moral.

Di balik nama besar dan usia mereka, ternyata tersembunyi bisnis kotor: menjadi makelar proyek.

Ada yang menjadi penghubung proyek baliho, pengadaan rutin, hingga menjadi beking pembangunan masjid dan rumah sakit.

Bila mereka mendapat bagian, suasana jadi tenang, damai, dan penuh pujian.

Tapi bila jatah mereka tak dipenuhi, tunggu saja.

isu-isu negatif muncul seperti badai di musim tengkujuh: proyek dikritik habis-habisan, pejabat dijadikan target, dan media sosial disulap menjadi panggung fitnah.

“Berita” menjadi alat tawar. Redaksi dijadikan pos komando tekanan. Wartawan dijadikan juru minta.

Bukan lagi menyampaikan informasi, tapi menyodorkan ancaman terselubung.

Gagal deal, maka berita diluncurkan. Sukses lobi, maka semua seolah bersih dari noda.

Ironisnya, dalam kelompok ini, juga ada yang hobi menyudutkan media lain.

Dengan pongah, mereka menyebut media kecil sebagai abal-abal, menyebut media lokal sebagai partisan, padahal mereka sendiri hidup dari menjual isu murahan yang diketik setengah sadar dan setengah jengkel karena tak kebagian anggaran publikasi.

Lebih mengenaskan, beberapa dari mereka dikenal punya sejarah gelap dalam urusan perempuan.

Ada yang diduga pernah melecehkan rekan kerjanya, ada pula yang terang-terangan menggoda teman istri.

Reputasi mereka di kalangan jurnalis bukan karena karya jurnalistik, tapi karena reputasi sebagai “raja kecil” yang mengendalikan orang dengan tekanan, bukan teladan.

Tak hanya di Banda Aceh. Di Sabang pun praktik ini menjamur. Beberapa oknum yang datang dari kota seberang memainkan pola lama: intimidasi dulu, baru berita.

Ketua organisasi kewartawanan di sana bahkan secara terbuka menyatakan kegelisahannya.

Tapi para pelaku tak gentar, karena mereka merasa tak tersentuh hukum. Dan selama mereka membawa logo media dan kartu kompetensi, mereka merasa tak bisa diproses.

@Eri Is, @Wid, dan pimpinan redaksi manapun, dkk – sahabat pers di era globalisasi network pengamat pers yang dikenal tajam dalam mengkritik praktik-praktik buruk di dunia jurnalistik, pada 3 Mei 2025 lalu tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya saat diwawancarai di sela diskusi kebebasan pers di Banda Aceh – (siapapun dibalik pintu yang belum menyamai hak dan kewajiban kita semua sebagai Pers yang baik dan benar*akan kami pupuk jadi berkualitas arah lebih murni bekali dirinya disiplin ilmu dan pembentukan jati diri menjunjung nilai-nilai moralitas sosial reduksi ini, dan kami pun tidak melihat media itu besar/pun kecil dibuat. secara ilmu pengetahuan syariat belajar sikap kontinyu memaknai kebenaran langkah murni dari siapa kita bermuasal jika bukan kalimat ; kedua orangtua amanah pada pilar sebuah bangsa dan negara untuk Indonesia selalu pastikan AMANAH).

> “Seharusnya kalau tak mampu memberi contoh, taubat saja di rumah sambil beristighfar mengenang saat memeras pejabat, menakuti PPTK dengan tudingan KKN, dan menulis berita penuh benci,” ironi tegas dengan pedas.(Red)

Ia menambahkan, “Pers bukan tempat berlindung bagi para preman intelektual.

Kebebasan pers bukan berarti kebebasan menekan.

rekan wartawan/jurnalisme yang menyalahgunakan profesi demi kepentingan pribadi dan kelompok adalah pengkhianat, bukan insan pers.”

Peringatan @Eri, @Wid dkk, Pimpinan Redaksi Media Platfrom Digital Siber Online Multimedia dimanapun seharusnya menjadi titian alarm moral bagi siapa pun, yang pernah atau sedang menyalahgunakan profesi wartawan/pewarta,dstnya – demi kepentingan pribadi.

Dunia pers tidak dibangun untuk jadi ladang pemalakan.

Wartawan bukan tentara bayaran yang mengancam demi iklan, bukan pula makelar proyek berkedok reporter.

Sudah saatnya aparat penegak hukum bertindak.

Sudah waktunya organisasi pers melakukan bersih-bersih.

Pers tidak boleh dikotori oleh para penunggang kebebasan yang memperalat idealisme untuk mencari rente.

Bila dibiarkan, maka kita semua akan menjadi korban: publik kehilangan kepercayaan, profesi kehilangan kehormatan.

Karena sejatinya, pena yang tajam adalah milik mereka yang jujur.

Sedangkan pena yang dipakai untuk mengancam, hanyalah topeng bagi mereka yang kehilangan nurani serta belum miliki etika. (Tim-Red)

Red@4/6/2025/Banda Aceh/Tim-Pers/Indonesia

Catatan :

#”Harus BELAJAR KEMBALI PERS TERSEBUT dalam disiplin ilmu, dan teknologi informasi yang bermutu baik dan benar untuk seluruh pemimpin bijak nya mengolah sebuah inspirasi berita di publish secermat mungkin”(.)

#atau sudah miliki kebal di dunia ybs, sejalan lah wahai pers dengan sesama pakailah nilai adab Ihsan (kutip cermat, bacalah kitab adab akhlakul karimah).

#Jika, belum mampu menjadi pers yang bijak dan mulia serta memotivasi kebenaran “Ojo Nduwe Tipo Sliro Ning Awak mu kui