Menjadi Ketua Pengadilan Negeri di Wilayah Pemekaran: Tugas Strategis Membangun Lembaga yang Kuat

News8 Dilihat

SATYA BHAYANGKARA | JAKARTA, – Rabu,18 Juni 2025. Membangun dari awal memang penuh tantangan, namun di situlah peran strategis Ketua PN di wilayah pemekaran benar-benar diuji.

Menjadi Ketua Pengadilan Negeri (PN) pertama di wilayah pemekaran, seperti PN Tangerang Selatan atau PN Badung, Bali, bukanlah tugas yang mudah. Posisi ini menuntut kesiapan ekstra, tidak hanya dari aspek kepemimpinan, tetapi juga administratif dan pemahaman hukum yang mendalam.

Pembentukan pengadilan baru, biasanya diawali dengan keterbatasan perangkat hukum, seperti belum adanya Keputusan Presiden atau Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung yang memungkinkan operasional penuh. Akibatnya, pengadilan baru masih berada dalam naungan hukum dari pengadilan induk. Dalam kondisi ini, Ketua PN harus segera menginisiasi pembentukan regulasi internal dan sistem kerja yang efektif agar pengadilan dapat berfungsi optimal.

Di sisi lain, fasilitas dan infrastruktur pengadilan yang baru dibangun, juga membutuhkan perhatian serius. Pengadaan sarana dan prasarana, integrasi sistem informasi seperti SIPP dan e-Court, serta pemenuhan standar keamanan dan penyimpanan arsip, jadi bagian penting pekerjaan seorang Ketua PN. Tidak kalah penting, proses perekrutan sumber daya manusia, mulai dari hakim, panitera, sekretaris, hingga staf pendukung, wajib dilakukan dengan mengedepankan kompetensi dan integritas.

Dalam konteks pembentukan PN baru, membangun kepercayaan publik adalah salah satu prioritas utama. Masyarakat membutuhkan keyakinan, bahwa lembaga peradilan baru, akan mampu memberikan pelayanan hukum yang adil, transparan, dan bebas dari intervensi. Ketua PN diharapkan dapat menjaga standar profesionalisme dan mendorong budaya kerja yang akuntabel, guna menghindari praktik koruptif maupun nepotisme.

Tantangan lain yang tidak kalah penting, adalah akses terhadap keadilan. PN baru dibentuk dengan harapan memudahkan masyarakat, terutama yang berada jauh dari pengadilan induk, dalam memperoleh layanan hukum. Oleh karena itu, sinergi antara PN dan Forkopimda setempat, termasuk kerja sama dengan lembaga adat dalam pendekatan seperti restorative justice, sangat diperlukan.

Di tengah semua itu, Ketua PN juga dituntut memastikan eksekusi putusan berjalan efektif. Koordinasi dengan kejaksaan, kepolisian, dan pengadilan tinggi, jadi kunci dalam menjalankan putusan yang berkekuatan hukum tetap. Selain itu, standar pelayanan harus terus ditingkatkan melalui mekanisme pengawasan internal dan upaya meraih akreditasi penjaminan mutu seperti Zona Integritas, dalam rangka wujudkan WBK/WBBM.

Membangun dari awal memang penuh tantangan, namun di situlah peran strategis Ketua PN di wilayah pemekaran benar-benar diuji. Dengan komitmen, integritas, dan kepemimpinan yang kuat, pengadilan baru dapat menjadi pilar penting dalam mewujudkan peradilan yang agung.

Penulis: Nur Amalia Abbas

Sumber : Humas MA

Pewarta : Arif prihatin