SATYA BHAYANGKARA-BULUKUMBA
-Di saat sebagian warga masih terlelap, dua oknum media justru terpantau asyik nongkrong di kawasan Titik Nol kota. Abdul Rauf dari Bintang Bayangkara dan Basri dari MEDIA SATYA BHAYANGKARA terlihat serius berdiskusi sambil menyeruput kopi panas. Pertemuan yang berlangsung di luar jam kerja ini memunculkan tanda tanya besar,ada agenda apa di balik obrolan mereka?
Pertemuan Abdul Rauf dan Basri terjadi pada Rabu (30/7/2025) sekitar Jam 06.30 pagi.Di warkop Titik Nol kota yang biasanya hanya ramai oleh pedagang dan pelintas pagi mendadak jadi sorotan ketika dua sosok wartawan senior dari media berbeda itu terlihat duduk di salah satu warung kopi kaki lima.
Menurut saksi mata, keduanya tampak terlibat pembicaraan serius yang berlangsung hampir satu jam. “Mereka kelihatan berdiskusi panjang, kadang pelan, kadang seperti berdebat. Saya lihat dari jauh saja karena mereka terlihat fokus,” ujar seorang pedagang kopi yang enggan disebutkan namanya.
Spekulasi publik muncul karena pertemuan tersebut berlangsung di waktu yang tidak biasa. Apalagi, baik Abdul Rauf maupun Basri dikenal sebagai wartawan yang sering meliput isu-isu sensitif, termasuk polemik tambang pasir ilegal di sepanjang bantaran Sungai Balanting, Kecamatan Ujung Loe, Kabupaten Bulukumba.
Dugaan Bahas Tambang Ilegal
Sumber internal yang dekat dengan kedua wartawan ini menduga pertemuan tersebut tidak sekadar “ngopi pagi-pagi”. “Ada indikasi mereka sedang menyamakan persepsi soal pemberitaan tambang ilegal yang sekarang jadi sorotan. Bisa jadi ada lobi atau kesepakatan tertentu,” kata sumber tersebut.
Isu tambang pasir ilegal di bantaran Sungai Balanting memang sedang ramai diperbincangkan. Aktivitas tambang yang menggunakan eskavator itu telah menyebabkan kerusakan lingkungan dan pencemaran, namun hingga kini penindakan aparat hukum dianggap minim. Publik bahkan menuding aparat penegak hukum, khususnya Polres Bulukumba, dan DLHK Kabupaten Bulukumba, tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Jika benar pertemuan tersebut membicarakan arah pemberitaan terkait tambang ilegal, maka hal ini dapat memunculkan konflik kepentingan. Publik berhak bertanya-tanya apakah media masih berdiri di posisi netral atau justru ikut terlibat dalam kompromi yang dapat merugikan kepentingan masyarakat.
Menghindari Sorotan?
Lokasi dan waktu pertemuan yang tidak biasa juga menambah tanda tanya. Mengapa harus pagi-pagi buta di kawasan yang relatif sepi? “Biasanya orang ngopi di jam santai, bukan sepagi itu. Kalau mereka wartawan, kan jam kerja lapangan mulai agak siang. Ada yang aneh,” ujar seorang warga yang di lokasi.
Praktisi media independen menilai bahwa pertemuan informal bukan hal yang dilarang, namun menjadi masalah jika ada kepentingan tersembunyi. “Wartawan memang bebas bertemu siapa saja, tapi kalau ada indikasi mereka menyusun narasi yang bisa mengaburkan fakta, itu berbahaya bagi publik,” ujar Ketua Lembaga Pers Independen setempat.
Belum Ada Keterangan Resmi
Hingga berita ini diturunkan, baik Abdul Rauf maupun Basri belum memberikan tanggapan terkait tujuan pertemuan tersebut. Upaya konfirmasi melalui pesan singkat dan panggilan telepon tidak mendapatkan jawaban.
Publik kini menunggu klarifikasi dari kedua wartawan tersebut, mengingat isu tambang ilegal yang mereka liput bersinggungan langsung dengan kepentingan masyarakat luas dan kelestarian lingkungan.
“Kalau memang sekadar ngopi biasa, ya harus dijelaskan. Jangan sampai ada kesan media bisa ‘dibeli’ untuk menutup-nutupi kejahatan lingkungan,” ujar salah satu aktivis lingkungan.
Pertemuan Abdul Rauf dan Basri di Titik Nol ini menjadi sorotan karena dilakukan di tengah meningkatnya keresahan publik terhadap maraknya tambang ilegal di Kabupaten Bulukumba. Redaksi akan terus mengembangkan laporan ini dengan menggali keterangan dari berbagai pihak, termasuk aparat penegak hukum, dinas terkait, serta masyarakat yang terdampak.
Pewarta.Basri