Hari Jadi Mahkamah Agung dan Peradilan Militer sebagai Aktualisasi dan Transformasi Birokrasi

News34 Dilihat

SATYA BHAYANGKARA | JAKARTA, – Rabu,13 Agustus 2025. Momen ini diharapkan menjadi sarana menumbuhkan kebanggaan, melakukan refleksi dan evaluasi, serta mempererat rasa persatuan di lingkungan peradilan militer.

Tahun 2025 ini menjadi momen istimewa bagi Mahkamah Agung Republik Indonesia. Bukan hanya merayakan Hari Jadi Mahkamah Agung ke-80, tetapi untuk pertama kalinya dalam sejarah, peradilan militer juga merayakan hari jadinya sendiri. Tepat pada 8 Juni 2025, seluruh aparatur peradilan militer-mulai dari prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), Aparatur Sipil Negara (ASN), hingga pegawai peradilan-bersatu merayakan tonggak bersejarah ini.

Perayaan ini berbeda dari lembaga peradilan lainnya karena peradilan militer baru tahun ini memiliki peringatan resmi hari jadi. Momen ini diharapkan menjadi sarana menumbuhkan kebanggaan, melakukan refleksi dan evaluasi, serta mempererat rasa persatuan di lingkungan peradilan militer.

Sejarah ini dimulai dengan Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor 84/KMA/SK.OTI.1/V/2025 yang ditandatangani pada 22 Mei 2025. Gagasan awal peringatan ini diinisiasi oleh Kepala Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta (Kadilmilti II Jakarta), Laksamana Pertama Tuty Kiptiani, S.H., M.H., dan dikaji secara mendalam bersama tim pengkaji.

Tahun ini, peradilan militer merayakan hari jadi ke-79, berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 1946 tentang Peraturan Mengadakan Pengadilan Tentara di samping Pengadilan Biasa.

Sebagai lembaga peradilan yang terakhir bergabung dengan Mahkamah Agung-setelah sebelumnya berada di bawah Mabes TNI-peradilan militer memiliki latar belakang, budaya kerja, dan tata kelola organisasi yang khas.

Jika peradilan umum, agama, dan tata usaha negara menggunakan istilah ketua pengadilan sebagai pimpinan tertinggi, peradilan militer tetap mempertahankan istilah kepala pengadilan. Istilah ini memiliki makna filosofis: kepala adalah otak, mata, dan wajah satuan kerja, sehingga peradilan militer diibaratkan sebagai satu tubuh yang tak terpisahkan.

Penyesuaian peradilan militer dengan Mahkamah Agung merupakan proses berkelanjutan. Sebagai lembaga yudikatif tertua dan terbesar yang kini berusia 80 tahun, Mahkamah Agung menghadapi berbagai tantangan.

Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada April 2025 menunjukkan tingkat kepercayaan publik terhadap pengadilan/Mahkamah Agung berada di angka 66%, turun 11% dibanding Januari 2025 (77%). Penurunan ini dipengaruhi oleh berbagai pemberitaan terkait oknum pejabat di lingkungan Mahkamah Agung yang telah diberhentikan.

Menariknya, pada survei yang sama, tingkat kepercayaan publik terhadap TNI justru tinggi, yakni 84%. Fakta ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi TNI dan aparatur peradilan militer untuk meningkatkan citra positif serta kepercayaan publik, tidak hanya terhadap peradilan militer, tetapi juga terhadap Mahkamah Agung secara keseluruhan.

Kepercayaan terhadap lembaga peradilan adalah hal yang sangat penting. Banyak harapan masyarakat yang dititipkan kepada institusi ini sebagai tempat keadilan ditegakkan. Kita tentu tidak menginginkan hukum yang berlaku layaknya pisau terbalik-tajam ke bawah, tumpul ke atas-tetapi benar-benar mencerminkan wibawa dan kekuasaan sebagai wakil Tuhan di muka bumi.

Oleh karena itu, Hari Jadi Peradilan Militer menjadi momentum yang tepat untuk tidak berpuas diri, melainkan terus mengaktualisasikan potensi yang dimiliki. Seperti yang diungkapkan Abraham Maslow (1943), kebutuhan tertinggi dalam hirarki manusia adalah self-actualization-keinginan untuk mencapai potensi penuh dan menjadi versi terbaik dari diri sendiri.

Mencapai kualitas terbaik tentu tidak mudah. Setiap institusi di Indonesia, termasuk Mahkamah Agung dan peradilan militer, memiliki tantangan yang harus diselesaikan. Seperti yang dikatakan Ade Purnama (2010), “Ketika hidup tidak ada masalah, justru di situlah masalah sedang terjadi, karena kita tidak sedang dipersiapkan untuk peningkatan kualitas yang lebih tinggi.”

Bagi Mahkamah Agung dan peradilan militer, tantangan tersebut adalah bahan bakar perubahan untuk meningkatkan kualitas organisasi secara berkelanjutan.

Dalam menyambut Hari Jadi Mahkamah Agung ke-80 dan Hari Jadi Peradilan Militer ke-79, terdapat tiga langkah penting untuk mengaktualisasikan potensi peradilan militer:

1. Membuktikan Keberhasilan Prajurit TNI di Mahkamah Agung

Prajurit TNI selalu mendapat tingkat kepercayaan tinggi dari masyarakat. Dengan berdinas di Mahkamah Agung, mereka diharapkan menjadi contoh positif, menularkan kepercayaan publik tersebut kepada lembaga peradilan, khususnya peradilan militer.

2. Menjawab Keraguan Pasca Revisi UU TNI

Setelah revisi UU Nomor 3 Tahun 2025, sebagian pihak masih meragukan profesionalitas personel TNI yang menduduki jabatan sipil. Momentum hari jadi ini menjadi kesempatan untuk membuktikan bahwa mereka mampu bekerja secara profesional, sinergis, dan berkapabilitas tinggi, bahkan melampaui ekspektasi publik.

3. Memanfaatkan Teknologi Informasi secara Bijak

Di era kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), peradilan militer perlu memanfaatkan teknologi secara progresif untuk meningkatkan kinerja satuan kerja dan institusi. Inovasi harus dilahirkan, dipelajari, dan diimplementasikan dengan bijak, karena teknologi ibarat pisau bermata dua-bisa membawa kemajuan, tetapi juga risiko jika disalahgunakan.

Institusi yang dikritisi ini adalah institusi yang dicintai. Cinta sering hadir bukan dalam bentuk pujian, tetapi dalam keberanian untuk menuntut yang lebih baik.

Semoga Hari Jadi Mahkamah Agung ke-80 dan Hari Jadi Peradilan Militer ke-79-yang untuk pertama kalinya diperingati-menjadi momentum aktualisasi dan introspeksi, demi mewujudkan peradilan militer yang agung, berwibawa, dan semakin dipercaya publik.

Penulis: Zidny Taqiyya

Pewarta : Arif prihatin