SATYA BHAYANGKARA | JAKARTA, –Rabu,03 September 2025. Prof. Yulius menegaskan para Hakim PTUN harus sadar betul bahwa pemeriksaan persiapan bukan sekadar formalitas dan perannya sangat vital terhadap sebuah perkara
Ketua Muda Tata Usaha Negara (TUN) Mahkamah Agung RI, Prof. Dr. H. Yulius, S.H., M.H., menekankan pentingnya kembali ke dasar-dasar hukum acara TUN, terutama dalam hal pemeriksaan persiapan dan penggunaan putusan sela.
Prof. Yulius menyampaikannya dalam pembinaan Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) se-Indonesia yang dilakukan melalui zoom dari PTTUN Medan pada Jumat (29/8/2025).
Prof. Yulius menegaskan para Hakim PTUN harus sadar betul bahwa pemeriksaan persiapan bukan sekadar formalitas dan perannya sangat vital terhadap sebuah perkara.
Fungsi pemeriksaan persiapan sangat vital berfungsi sebagai sarana menyempurnakan gugatan.
“Kunci persidangan itu adalah pemeriksaan persiapan, kalau pemeriksaannya persiapannya bagus, sempurna, gampanglah menyidangkan perkara itu sampai akhir,” kata Yulius.
Prof. Yulius menegaskan bahwa pemeriksaan persiapan tidak boleh sekadar formalitas.
Ia menjelaskan, meskipun undang-undang tidak secara eksplisit mewajibkan, ada pasal yang mengatur konsekuensi jika penggugat tidak menyempurnakan gugatannya.
“Jika penggugat tidak memperbaiki gugatannya sesuai petunjuk hakim dalam tenggang waktu 30 hari, maka gugatan akan dinyatakan tidak dapat diterima (NO),” ujarnya.
Oleh karena itu, ujar Prof. Yulius, hakim wajib memberikan petunjuk perbaikan yang jelas kepada penggugat. Namun, ia mengingatkan agar petunjuk tersebut tidak terlalu jauh masuk ke wilayah substansi perkara.
Menurut Prof. Yulius, kunci untuk menyempurnakan gugatan adalah menemukan titik temu atau persilangan pendapat antara kedua belah pihak.
Hakim perlu bertanya kepada tergugat mengenai dasar hukum penerbitan tindakan atau keputusan, seperti peraturan perundang-undangan atau asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).
“Tanya kepada penggugat, karena apa (menggugat)? Nanti ketemu titik temunya, persilangan pendapat itu saja yang kita periksa,” jelasnya.
Dengan memfokuskan pemeriksaan pada inti persoalan, proses persidangan dapat berjalan lebih efektif dan tidak melebar kemana-mana.
Putusan Sela
Lebih lanjut, Prof. Yulius menekankan agar para hakim PTUN tidak ragu menggunakan putusan sela untuk mengakhiri perkara.
Terutama dalam perkara yang ternyata bukan kewenangan absolut PTUN atau perkara yang diajukan ternyata bukan kewenangan PTUN.
Selain itu, Prof. Yulius juga menekankan putusan sela dapat digunakan ketika sengketa perdata masuk ke ranah peradilan TUN. Meskipun tidak diatur secara limitatif dalam hukum acara, ujar Yulius, praktik ini telah diizinkan oleh yurisprudensi.
“Tahun 1987-1988, Mahkamah Agung mengeluarkan buku tebal merah tentang ‘sistem pemeriksaan mengadili perkara dengan sistem putusan sela’,” kenangnya.
Menurutnya, hal ini dapat menghemat waktu dan energi. Jika tergugat mengajukan eksepsi absolut bahwa sengketa tersebut adalah perdata dan sudah ada putusan perdata yang menentukan siapa pemiliknya, hakim tidak perlu lagi memeriksa bukti dan saksi.
“Keluarkan saja putusan sela,” ujarnya.
Ia menambahkan, hal ini sejalan dengan hasil pleno Mahkamah Agung yang memutuskan bahwa jika kepastian hukum sudah pasti melalui perbuatan hukum lain, hakim TUN harus mengamankan hal tersebut dan mengutamakan substansi daripada formalitas.
“Tugas mengadili sebenarnya tidak berat kalau Saudara tahu kiat-kiatnya,” tutup Prof. Yulius, menekankan pentingnya kecerdasan dan pemahaman mendalam bagi para hakim untuk menyelesaikan perkara secara efektif.
Caption Foto: Ketua Muda Tata Usaha Negara (TUN) Mahkamah Agung RI, Prof. Dr. H. Yulius, S.H., M.H., saat melakukan pembinaan Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) se-Indonesia yang dilakukan melalui zoom dari PTTUN Medan pada Jumat (29/8/2025).
Penulis: Theo Yonathan Simon Laturiuw
Pewarta : Arif prihatin