SATYA BHAYANGKARA | JAKARTA, –Kamis,( 04/09/2025 ). Sebelum adanya putusan tersebut, pemohonan peninjauan kembali merupakan upaya hukum luar biasa, yang dapat diajukan hanya satu kali,
Pascaputusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 34/PUU-IX/2013 tanggal 6 Maret 2014 pada pokoknya menyatakan bahwa Pasal 268 Ayat (3) UU Nomor 8 Tahun 1981 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehinga terhadap perkara pidana dapat diajukan permohonan peninjauan kembali lebih dari satu kali.
Sebelum adanya putusan tersebut, pemohonan peninjauan kembali merupakan upaya hukum luar biasa, yang dapat diajukan hanya satu kali, sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Ayat (2) UU Nomor 4 Tahun 2004 dan Pasal 66 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 1985 jo UU Nomor 3 Tahun 2009, serta Pasal 268 ayat (3) UU Nomor 8 Tahun 1981.
Namun dalam perkembangannya Mahkamah Agung mengeluarkan SEMA 2 Tahun 2009 jo SEMA Nomor 7 Tahun 2014 jo SEMA Nomor 3 Tahun 2023, yang ketentuannya mengatur mengenai diperbolehkannya permohonan peninjauan kembali, diajukan lebih dari satu kali.
Mengenai permohonan peninjauan kembali yang kedua kalinya, terdapat yurisprudensi (landmark decision) berdasarkan putusan peninjauan kembali Nomor 01/PK/Pid./2016 atas nama Terdakwa Emmy Mardiana Binti Sarpin Tarmaji, yang bertindak sebagai Majelis Hakim yakni Dr. H. M. Syarifuddin, S.H., M.H. (Hakim Ketua), Maruap Dohmatiga Pasaribu, S.H., M.Hum dan Dr. H. Margono, S.H., M.Hum., M.M (Hakim Anggota).
Perkara tersebut bermula saat Terdakwa menjual tanah Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor M-21 Tahun 1972 atas nama Miansyah bin Tambi dengan harga kurang lebih Rp1.4 Milyar kepada H. Muhidin dan selanjutnya H. Muhidin melakukan pembayaran, secara berangsur-angsur dengan uang muka 200 juta rupiah.
Atas perbuatannya tersebut, Terdakwa didakwa berdasarkan Pasal 385 ayat (2) KUHP.
Selanjutnya pada tingkat pertama dinyatakan terbukti bersalah, namun di tingkat banding melepaskan Terdakwa dari segala tuntutan hukum (ontslag van recht vervolging), tingkat kasasi menyatakan Terdakwa terbukti bersalah dan menghukum selama tujuh bulan dan pada peninjauan kembali pertama menyatakan permohonan peninjauan kembali tidak diterima.
Pertimbangan Hukum Majelis Hakim PK Kedua
Majelis Hakim peninjauan kembali kedua mempertimbangkan dalam perkara permohonan peninjauan kembali kedua, terungkap fakta bahwa SHM Nomor 21 Tahun 1972 atas nama Miansyah bin Tambi adalah asli dan Sertifikat tersebut pernah diagunkan di Bank BNI.
Dipertimbangkan pula, hasil pengecekan Terdakwa di kantor BPN untuk keperluan balik nama dari suami Terdakwa, menunjukan tanah tersebut tercatat atas nama L.Koenoem dan bukan atas nama suami Terdakwa, sehingga permohonan balik nama tidak dikabulkan.
Majelis Hakim menilai dari fakta di persidangan, bahwa pada tahun 1977 terbit SHM No. 357 atas nama Nirwana dan tahun 1982 terbit lagi SHM No. 533 atas nama Shirley Oei.
Berdasarkan bukti novum (PK-2, PK-3 dan PK-4), yang diajukan oleh pemohon yaitu putusan PTUN Banjarmasin jo Putusan PT TUN Nomor 137/B/2009/PT.TUN.JKT jo Putusan MA Nomor 17 K/TUN/2010 jo Putusan Peninjauan Kembali Tata Usaha Nomor 15 PK/TUN/2011, menyatakan Surat Keputusan berupa SHM Nomor 538 dan SHM Nomor 537 batal dan memerintahkan BPN untuk mencabut surat keputusan penerbitan sertifikat tersebut.
Majelis mempetimbangkan berdasarkan bukti novum (PK-6) berupa Berita Acara Pemeriksaan Laboratorium Kriminal Nomor Lab.: 5250/DT.F/2010 tanggal 06 Oktober 2010, yang diterbitkan dan ditandatangani oleh para pemeriksa Bareskrim Polri Pusat Laboratorium Forensik Cabang Surabaya menyimpulkan tanda tangan QT, identik dengan tanda tangan KT.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, Majelis Hakim menyimpulkan permohonan peninjauan kembali kedua dinyatakan dapat dibenarkan dan cukup beralasan untuk menyatakan perbuatan terdakwa terbukti menjual tanah SHM Nomor 21 Tahun 1972, akan tetapi perbuatan tersebut tidak merupakan tindak pidana dan haruslah dinyatakan dilepaskan dari segala tuntutan hukum.
Dalam putusan yang menjadi kaidah hukum, bahwa peninjauan kembali kesary yang telah diputus dan dinyatakan tidak dapat diterima dengan alasan terpidana, tidak pernah hadir di persidangan Pengadilan Negeri, maka terhadap hal tersebut dapat diajukan permohonan peninjauan kembali yang yang kedua.
Selanjutnya kaidah hukumnya lainnya, dalam hal terdakwa selaku pemilik tanah yang telah bersertifikat menjualnya pada orang lain, sedangkan di atas bidang terdapat beberapa pemilik saling tumpang tindih, dimana Terdakwa didakwa menggunakan surat dan telah dihukum.
Maka, bilamana dalam peninjauan kembali kedua terbukti melalui novum, ada putusan Pengadilan TUN yang telah membatalkan beberapa sertifikat pihak lain selain terdakwa, serta memerintahkan BPN untuk mencabutnya, perbuatan terdakwa terbukti, akan tetapi perbuatan itu bukan merupakan kejahatan, sehingga terdakwa harus dilepaskan dari segala tuntutan hukum.
Yurisprudensi ini diharapkan memberikan pemahaman kebanyak pihak termasuk hakim, akademisi, penuntut umum, advokat, mahasiswa hukum dan praktisi hukum dalam memahami mengenai putusan yang saling bertentangan, sehingga menjadi novum baru dalam pengajuan permohonan peninjauan kembali kedua kalinya.
Penulis: Andy Narto Siltor
Sumber : Humas MA
Pewarta : Arif prihatin