SATYA BHAYANGKARA | JAKARTA, –Selasa, 23 September 2025. Nama pada Sertifikat Hak Milik (SHM) tidak harus mengacu pada dokumen kependudukan, melainkan SHM adalah dokumen resmi yang menyatakan kepemilikan atas tanah atau bangunan.
Perkara permohonan adalah jenis tuntutan hukum yang diajukan ke pengadilan tanpa melibatkan sengketa, hanya ada satu pihak (pemohon) yang meminta penetapan atau kepastian hukum dari hakim.
Berbeda dengan gugatan yang memiliki sengketa dan melibatkan pihak tergugat, permohonan bersifat yurisdiksi voluntair atau peradilan, yang bukan sebenarnya (non-kontensius), di mana hasil dari perkara ini adalah sebuah penetapan (beschiking) yang dikeluarkan oleh hakim dan hanya mengikat pemohon yang mengajukannya.
Permohonan perubahan nama adalah proses hukum yang diajukan ke Pengadilan Negeri untuk mendapatkan penetapan pengadilan yang sah atas penggantian nama seseorang, yang kemudian ditindaklanjuti dengan pembaruan dokumen-dokumen penting seperti akta kelahiran, KTP, dan KK, sesuai dengan undang-undang administrasi kependudukan yang berlaku.
Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Administrasi Kependudukan).
Sertifikat Hak Milik (SHM) adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai bukti kepemilikan tertinggi dan terkuat atas tanah dan/atau bangunan di Indonesia, yang diberikan kepada Warga Negara Indonesia (WNI) atau badan hukum tertentu.
Menurut UU Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960, SHM memberikan hak yang penuh dan turun-temurun, tanpa batas waktu, yang mencakup hak untuk menggunakan, menguasai, dan memanfaatkan tanah dan bangunan tersebut.
Nama pada Sertifikat Hak Milik (SHM) tidak harus mengacu pada dokumen kependudukan, melainkan SHM adalah dokumen resmi yang menyatakan kepemilikan atas tanah atau bangunan.
Meskipun demikian, dalam proses pengurusan atau balik nama SHM, dokumen kependudukan seperti KTP dan KK diperlukan sebagai identitas untuk memverifikasi data pemohon atau pemilik baru.
Praktik di Pengadilan
Satuan kerja menerima berbagai jenis permohonan, termasuk permohonan untuk mengubah nama di dokumen identitas pemohon agar sesuai dengan nama yang tercantum dalam Sertifikat Hak Milik (SHM).
Permohonan ini juga bisa diajukan untuk mengonfirmasi bahwa pemohon adalah orang yang sama dengan nama yang terdaftar di SHM. Alasan yang diberikan pemohon biasanya adalah bahwa saat mengurus SHM sebelumnya, nama yang digunakan adalah nama kecil atau nama panggilan pemohon dalam kehidupan sehari-hari.
Saat berada di persidangan, pemohon tidak hanya membawa dokumen identitas, tetapi juga mengajukan dokumen SHM yang menunjukkan perbedaan nama antara pemegang hak dalam SHM dengan nama yang tercantum di dokumen identitasnya.
Selain itu, pemohon juga mengundang saksi-saksi untuk memberikan pernyataan bahwa pemohon berhak atas tanah yang tercantum dalam SHM tersebut.
Analisa Hukum
Dalam menangani kasus seperti ini, Hakim harus memeriksa secara cermat dan hati-hati karena ada kemungkinan pemohon mencoba menyalahgunakan hukum dengan memaksakan kesesuaian antara nama di dokumen identitas dengan nama pemegang hak yang terdaftar dalam SHM, atau menegaskan bahwa pemohon adalah orang yang sama dengan pemegang hak tersebut.
Hal ini perlu diperhatikan, karena SHM adalah aset yang bernilai tinggi dan berfungsi sebagai bukti kepemilikan tanah atau bangunan yang sah dan kuat di Indonesia.
SHM memberikan hak kepemilikan tanpa batas waktu kepada warga negara Indonesia (WNI), serta memiliki nilai karena mudah diwariskan, bisa digunakan sebagai jaminan pinjaman, memiliki nilai jual yang tinggi, serta memastikan kelancaran dari sengketa, memberikan rasa aman dan nyaman bagi pemiliknya.
Oleh karena itu, banyak orang yang berusaha mencari cara untuk mendapatkan tanah tersebut, bahkan melalui cara yang tidak sah seperti penyerobotan atau penguasaan yang tidak sah.
Di dalam pedoman pelaksanaan tugas dan administrasi pengadilan di empat lingkungan peradilan, disebutkan bahwa “Permohonan yang bertujuan menentukan status kepemilikan atas suatu benda, baik bergerak maupun tidak bergerak, harus diajukan dalam bentuk gugatan.”
Penulis berpendapat bahwa permohonan seperti ini merupakan upaya untuk mengklaim bahwa pemohon adalah pemilik tanah dengan cara mengubah nama di dokumen identitas agar sesuai dengan SHM atau mengklaim bahwa pemohon adalah orang yang sama dengan nama yang tercantum di SHM.
Sehingga kesimpulannya adalah pemohon tidak diperkenankan mengajukan permohonan seperti ini, karena permohonan tersebut termasuk dalam kategori permohonan yang dilarang.
Penulis: Fuadil Umam
Sumber : Humas MA
Pewarta : Arif prihatin