BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan Dorong Sinergi Daerah Wujudkan Perlindungan Jaminan Sosial Menyeluruh

News20 Dilihat

SATYA BHAYANGKARA | JATINANGOR, – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan mendorong pemerintah daerah (Pemda) memperkuat sinergi dalam memperluas cakupan jaminan sosial bagi masyarakat. Dorongan itu disampaikan oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti dan Deputi Kepesertaan Korporasi dan Institusi BPJS Ketenagakerjaan Hendra Nopriansyah dalam Rapat Koordinasi Sinkronisasi Program dan Kegiatan Kementerian/Lembaga Pemerintah Non-Kementerian dengan Pemerintah Daerah Tahun 2025. Forum ini dihadiri oleh Sekretaris Daerah (Sekda) dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dari seluruh Indonesia.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menekankan bahwa jaminan sosial merupakan hak asasi setiap warga negara. Menurutnya, program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bentuk nyata pelindungan terhadap seluruh lapisan masyarakat, termasuk kelompok miskin agar memiliki akses terhadap layanan kesehatan.

“Tentu kami berharap Bapak-Ibu sekalian ikut memfasilitasi masyarakat di daerahnya masing-masing untuk tahu haknya ini,” ujarnya di Balairung Rudini, Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Rabu (29/10/2025).

Ia menjelaskan, hingga kini program JKN telah memberikan manfaat besar bagi masyarakat. Pemerintah pusat tercatat telah menanggung iuran 96,8 juta peserta melalui skema Penerima Bantuan Iuran (PBI). Sementara Pemda dapat menambah cakupan bagi masyarakatnya sesuai kemampuan fiskal.

Ia juga menegaskan bahwa tanggung jawab penyediaan fasilitas kesehatan berada pada pemerintah pusat dan daerah, bukan pada BPJS. Pihaknya hanya menjamin akses masyarakat terhadap layanan kesehatan. Ia pun mengingatkan agar rumah sakit dan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) tidak mendiskriminasi peserta BPJS. Selain itu, ia juga mengajak Pemda berperan aktif mengedukasi masyarakat tentang hak mereka atas jaminan kesehatan.

“Dulu orang miskin dilarang sakit, sekarang orang miskin dilarang bayar kalau sakit, asal menjadi peserta aktif BPJS Kesehatan,” jelasnya.

Sementara itu, Deputi Kepesertaan Korporasi dan Institusi BPJS Ketenagakerjaan Hendra Nopriansyah menegaskan pentingnya peran Pemda dalam mempercepat tercapainya Universal Coverage (UC) Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek). “Untuk mencapai Indonesia Emas 2045, salah satu peran penting adalah pekerja. Jika pekerja sejahtera dan bahagia, Asta Cita Bapak Presiden dan Indonesia Emas 2045 akan cepat tercapai,” kata Hendra.

Ia menjelaskan, cakupan BPJS Ketenagakerjaan saat ini baru mencapai 37 persen, jauh di bawah BPJS Kesehatan yang telah menembus 98 persen. Padahal, Jamsostek merupakan hak asasi yang diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. “Jadi kalau kita pemerintah pusat dan pemerintah daerah belum memenuhi hak asasi, artinya ada PR yang belum ditunaikan untuk kepentingan dari rakyat Indonesia,” tegasnya.

Hendra mengapresiasi peran sejumlah daerah yang telah menunjukkan komitmen tinggi terhadap Jamsostek. Hingga September 2025, tercatat 3,2 juta pekerja miskin dan miskin ekstrem telah mendapatkan pelindungan dari Pemda. Namun, masih ada sekitar 27 juta pekerja yang belum terlindungi.

Lebih lanjut, ia memaparkan bahwa manfaat Jamsostek tidak hanya memberikan pelindungan finansial, tetapi juga berdampak sosial-ekonomi. Berdasarkan catatannya, tak sedikit penerima manfaat yang menggunakan jaminan tersebut untuk biaya sekolah anak, membuka usaha, dan membayar utang.

Di lain sisi, ia mengungkapkan bahwa percepatan perluasan Jamsostek dapat dilakukan tanpa membebani APBD. Hal ini misalnya melalui optimalisasi proyek jasa konstruksi yang mewajibkan pemberi proyek menanggung perlindungan bagi pekerjanya.

“Saya yakin peran penting dari Sekda dan Bappeda sangat penting untuk memenuhi perlindungan jaminan sosial dan hak asasi seluruh pekerja di Indonesia,” tandasnya.

Sumber : Puspen Kemendagri

Pewarta : Arif prihatin