JAKARTA — Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Partai Golkar Bambang Soesatyo mengingatkan dunia sedang menghadapi perubahan iklim yang ditandai dengan peningkatan panas bumi. Peningkatan suhu dari waktu ke waktu telah mengubah pola cuaca dan mengganggu keseimbangan alam. Hal ini menimbulkan banyak risiko bagi manusia dan seluruh makhluk hidup
lainnya di bumi.
“Ancaman krisis global sudah ada di depan mata. Saat ini, sekitar 320 juta penduduk dunia berada dalam kondisi kelaparan akut. Bahkan menurut data IMF dan Bank Dunia, perekonomian 66 negara diprediksi akan bangkrut dan ambruk. Pelambatan dan kontraksi pertumbuhan ekonomi global, semakin diperburuk oleh tingginya kenaikan inflasi,” ujar Bamsoet usai menerima Prince Abdul Qawi dari Brunei Darussalam di Jakarta, Rabu (23/11/22).
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, Konvensi Kerangka kerja PBB untuk Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change / UNFCCC) pada 2019, menyebutkan bahwa kenaikan suhu global harus ditahan di kisaran 1,5 derajat celcius untuk mencegah tragedi terburuk pada ekosistem dan memastikan ketahanan peradaban manusia. Negara-negara di dunia pun berbondong-bondong menyampaikan National Determinated Contributions (NDCs) sebagai deklarasi tentang rencana masing-masing negara untuk mengurangi emisi dan mencegah terjadinya krisis iklim.
“Krisis iklim bukanlah semata menyangkut kemampuan masing-masing negara untuk mengubah konsumsi energi, serta mengelola limbah produksinya saja. Tetapi juga menyangkut usaha kolektif untuk menyelamatkan hajat hidup umat manusia dengan mempertahankan potensi ekosistem alam yang menyangga penghidupan berkelanjutan bagi semua umat manusia,” kata Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Wakil Ketua Umum FKPPI mendukung dilakukan kerjasama antara Indonesia dan Brunei Darussalam guna menjalankan misi bersama dalam penyelamatan ekosistem global. Misi tersebut dibarengi dengan upaya menciptakan kesempatan ekonomi baru yang memperkuat daya tahan kelompok paling marjinal.
“Kita semua akan dihadapkan pada pilihan transisi untuk memasuki arena green economy yang mensyaratkan produksi berbasis rendah emisi yang disertai dengan komitmen dalam arena perdagangan karbon. Indonesia dan Brunei Darussalam dapat mengambil peran transformasi tersebut guna menciptakan pembangunan berkelanjutan serta menjawab krisis iklim yang ada di hadapan kita,” pungkas Bamsoet.
Irsan Hb Pimred
Pewarta Amir Nai