Para Bupati Kecil Kuasai Birokrasi di Tanimbar Berburu Proyek | Oleh : Frets Bestimur.

News453 Dilihat

 

Saumlaki, Satyabhayangkara.co.id – Beberapa tahun terakhir ini, Kepulauan Tanimbar telah mengalami perubahan mendasar dalam struktur sosial dan ekonomi. Perubahan ini, sayangnya, tidak sepenuhnya membawa angin segar. Salah satu faktor utama yang berkontribusi dalam dinamika negatif ini adalah kebijakan yang diambil oleh bupati-bupati kecil di Tanimbar, yang lebih mementingkan keuntungan pribadi dan politik daripada kesejahteraan umum. Fenomena ini telah menjadikan Tanimbar sebagai studi kasus yang menarik tentang bagaimana kepentingan pribadi dan politik bisa membawa dampak negatif bagi daerah. Saumlaki, (19/07)

Konflik kepentingan di Tanimbar telah menjadi penyebab utama dari banyak keputusan yang merugikan masyarakat. Tidak jarang, kebijakan yang diambil lebih banyak berorientasi pada keuntungan pribadi atau kelompok tertentu daripada untuk kesejahteraan masyarakat luas. Kebijakan-kebijakan ini sering kali memicu konflik dalam masyarakat, mengganggu harmoni sosial yang selama ini menjadi kebanggaan masyarakat Tanimbar.

Tersembunyi kisah yang kurang menyenangkan dari apa yang terlihat. Kisah ini berkisar pada para bupati-bupati kecil yang merupakan penentu kebijakan pemerintahan di Tanimbar. Belakangan ini, kehancuran mulai menampakkan diri, mengikis setiap sudut pemerintahan dan kebijakan yang ada.

Hal ini dimulai ketika pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya menjadi pembangunan bersama, hampir seluruhnya dilahap habis oleh kolega dan keluarga para bupati kecil. Ini merupakan awal dari kekacauan dan kehancuran di Tanimbar, dimana pekerjaan menjadi rebutan kerabat.

Kolega-kolega yang ngotot mendapatkan jatah proyek tanpa melihat kelayakan dan dampaknya bagi masyarakat, membuat negeri ini menjadi ambyar. Keikutsertaan keluarga dalam urusan pemerintahan tidak hanya melanggar prinsip nepotisme tapi juga menjadikan urusan pemerintahan sebuah kelarutan.

Prioritas terhadap kepentingan politik daripada pelayanan terhadap masyarakat merupakan pilihan yang diambil. Hal ini juga ditandai dengan budaya “siapa kenal, dia dapat”, yang secara tidak langsung menghapuskan sistem meritokrasi yang seharusnya menjadi dasar dalam pengambilan keputusan pemerintahan.

Semua ini menyebabkan kedudukan masyarakat menjadi semakin terpinggirkan. Mereka yang seharusnya menjadi fokus dari pelayanan pemerintahan, kini hanya bisa melongo dan geleng kepala melihat negeri ini terperosok dalam keterpurukan. Kekacauan yang terjadi tidak hanya merusak tatanan sosial, tapi juga meninggalkan luka bagi masyarakat yang mengharapkan kehidupan lebih baik dari pemerintahan ini.

Dalam setiap kekacauan selalu ada cahaya harapan. Kisah ini juga mengingatkan pada pentingnya integritas, transparansi, dan akuntabilitas dalam menjalankan roda pemerintahan.

Harapan untuk Tanimbar tidak hilang begitu saja, banyak di antara masyarakat yang mulai sadar dan berkeinginan kuat untuk melakukan perubahan. Inisiatif dari beberapa tokoh masyarakat untuk mendialogkan masalah ini dengan para pembuat kebijakan perlahan mulai membuka jalan bagi perbaikan, namun terhalangi dengan kepentingan kolega dan keluarga yang enak menikmati APBD. (B.A.J.K)