Kuasa Hukum Kecam Penutupan Sekolah di Gowa: Tindakan Ilegal, Rugikan Siswa

News6 Dilihat

SATYA BHAYANGKARA|GOWA— Sebuah sekolah yang telah berdiri selama kurang lebih 15 tahun di Kelurahan Tamarunang, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulsel terancam tidak dapat melanjutkan kegiatan belajar mengajar, Senin (21/4/2025)

Ratusan siswa dari jenjang Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP) terancam putus sekolah.

Sekolah yang memiliki enam kelas SD dan tiga kelas SMP itu kini menghadapi permasalahan serius setelah lahan tempat sekolah berdiri diklaim oleh seorang oknum yang mengaku sebagai pemilik sah.

Tak hanya mengklaim, oknum tersebut juga menggembok pagar sekolah dan menutup akses masuk.

Kepala Sekolah, Nurlaela, membenarkan adanya klaim lahan oleh seseorang yang disebut-sebut sebagai anak dari almarhum H. Manimbangi Dg. Liwang, yang dahulu mewakafkan lahan tersebut.

“Bahwa pihak yang mengklaim tanah ini adalah anak dari pemberi wakaf, H. Manimbangi Dg. Liwang,” ujar Nurlaela saat ditemui di lokasi sekolah.

Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum sekolah, Yusuf Akbar Safriluddin, S.H., mengecam aksi penggembokan pagar sekolah yang dinilainya sebagai tindakan sewenang-wenang dan tidak sah secara hukum.

“Penggembokan pagar ini merupakan tindakan ilegal tanpa dasar hukum. Ini jelas tidak menghargai proses hukum yang sedang berjalan di Polres Gowa. Mereka lapor ke polisi, tapi malah menyewa preman untuk menutup sekolah yang sedang aktif. Kasihan anak-anak yang sedang belajar,” katanya.

Yusuf juga menambahkan bahwa tindakan semacam ini bisa dijerat hukum pidana. Sesuai dengan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pihak yang menutup lembaga pendidikan secara ilegal dapat dipidana hingga 10 tahun penjara.

Salah satu kuasa hukum lain yang ikut mendampingi pihak sekolah, Muh Irwan, S.H., menilai penutupan paksa sekolah dengan cara premanisme bisa berdampak serius pada mental siswa.

“Sekolah adalah fasilitas untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Kalau lahannya ditutup paksa seperti ini, apalagi dengan cara premanisme, maka psikologis anak-anak akan terganggu. Hal ini seharusnya jadi pertimbangan utama bagi pihak yang mengklaim lahan,” ungkapnya.

Pihak sekolah berharap pemerintah daerah dan aparat kepolisian segera mengambil langkah tegas agar hak anak-anak untuk mendapatkan pendidikan tidak dirampas oleh konflik lahan yang belum jelas status hukumnya. (*/)