Pentingnya Integritas Hakim untuk Membentuk Kepercayaan Publik

News30 Dilihat

SATYA BHAYANGKAR | JAKARTA, – Rabu 02 Juli 2025. Tanpa integritas, putusan menjadi sewenang-wenang atau bermotif tertentu, yang pada akhirnya dapat merusak tatanan hukum dan kepercayaan dari masyarakat.

Ketika seseorang berperkara di pengadilan, sebagian besar dari mereka akan berpikir bahwa keadilan itu adalah sesuatu yang sesuai dengan apa yang mereka kehendaki dan harapkan.

Padahal, hakim dalam memutus perkara harus mempertimbangkan semua aspek yang relevan sesuai dengan kebenaran dan hukum yang berlaku sehingga menciptakan konsep keadilan yang kemudian dituangkan ke dalam sebuah putusan.

Dengan kata lain keadilan yang dimaksud oleh pengadilan adalah keadilan yang tidak didasari dari kehendak salah satu pihak semata. Namun, juga telah mempertimbangkan kehendak dan harapan dari pihak-pihak lain yang berperkara yang dihubungkan dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Ketika pengadilan memutus perkara berbeda dengan apa yang diharapkan, biasanya pihak yang kalah akan mengatakan, putusan tersebut tidak adil dan bahkan menduga-duga bahwa hakim telah bermain perkara dengan menerima sogokan dan bersikap parsial dalam mengadili.

Pemikiran seperti ini meskipun keliru, namun bisa dimengerti karena muncul dari kekecewaan pihak yang kalah dan adanya beberapa kejadian dalam beberapa waktu terakhir mengenai oknum hakim yang di-OTT oleh pihak berwenang akibat adanya dugaan korupsi dan gratifikasi.

Oleh sebab itu, tulisan ini mencoba untuk memberikan gambaran kepada pembaca akan arti pentingnya sebuah integritas bagi hakim.

Mengutip Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang dituangkan dalam Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009, dalam Poin 5 yang dimaksud dengan integritas adalah sikap dan kepribadian yang utuh, berwibawa, jujur dan tidak tergoyahkan yang berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dalam melaksanakan tugas.

Secara sederhana berintegritas dapat dimaknai sebagai wujud perbuatan seseorang yang sejalan dengan apa yang ia yakini dan ucapkan. Sehingga, apa yang terlihat memang yang sebenarnya terjadi sehingga tidak perlu untuk ditutup-tutupi. Integritas sendiri memiliki peran yang sentral dan kontribusi yang penting bagi Pengadilan dan hakim.

Beberapa peran penting tersebut di antaranya adalah sebagai berikut. Yang pertama, secara filosofis hakim yang berintegritas memiliki kemampuan untuk memastikan bahwa hukum diterapkan secara adil dan konsisten, di mana hal tersebut sangat penting untuk menjaga supremasi hukum (rule of law). Tanpa integritas, putusan menjadi sewenang-wenang atau bermotif tertentu, yang pada akhirnya dapat merusak tatanan hukum dan kepercayaan dari masyarakat.

Pemikiran tersebut, sejalan dengan pernyataan Hakim Agung perempuan pertama di Amerika Serikat bernama Sandra Day O’Connor yang mengatakan, “The public must perceive the judge as an individual of integrity who is guided solely by the law and facts, not by personal interest or political pressures”

Yang kedua, integritas dapat menjadi tameng bagi hakim untuk melindungi dirinya dari godaan dan tekanan baik secara internal maupun eksternal untuk memberikan Putusan yang benar dan adil meskipun putusan tersebut dipandang tidak populer dan mungkin tidak disukai oleh mereka yang merasa memiliki kekuasaan.

Ketika hakim berani melakukan hal tersebut, maka hakim tersebut dapat dinobatkan sebagai “The Final Guardian of Justice” (Penjaga Terakhir Keadilan) karena mampu menjaga hak-hak konstitusional warga negara serta mampu memastikan kebebasan dan perlindungan yang fundamental.

Dengan kata lain hakim yang memiliki integritas mampu memastikan bahwa semua warga negara tanpa memandang kekayaan, status, ras, agama, atau afiliasi kekuasaan tetentu akan menerima perlakuan yang sama dan adil di Pengadilan. Kesetaraan di hadapan hukum ini merupakan hal mendasar dalam menegakkan hak asasi manusia dan implementasi nilai-nilai demokrasi.

Yang terakhir, integritas berperan penting dalam menumbuhkan kepercayaan masyarakat. Ketika hakim tidak memiliki integritas, masyarakat akan kehilangan kepercayaan kepada pengadilan. Hal ini selanjutnya akan menyebabkan keengganan masyarakat untuk mentaati putusan pengadilan, terjadinya kekacauan sosial dan terganggunya ketertiban umum karena adanya tindakan main hakim sendiri dan hilangnya mekanisme penyelesaian sengketa secara damai dan berkeadilan yang disediakan oleh negara.

Hubungan antara integritas hakim dan kepercayaan masyarakat sendiri sangat erat dan simbiotik. Tanpa adanya kepercayaan masyarakat, putusan hakim yang berintegitas pun tidak akan diikuti oleh masyarakat atau dengan kata lain, pengadilan tidak memiliki kekuatan untuk menegakkan putusannya yang didasari dari kesukarelaan para pihak.

Begitu pula sebaliknya ketika masyarakat percaya pada pengadilan namun hakimnya tidak memiliki integritas maka kepercayaan tersebut akan disalahgunakan untuk motif tertentu dan pada akhirnya merugikan masyarakat itu sendiri.

Bersama-sama, keduanya menciptakan otoritas moral yang memungkinkan pengadilan untuk menjaga ketertiban dan keadilan dalam masyarakat. Hubungan ini tidak otomatis atau permanen. Hubungan ini harus terus dipupuk melalui perilaku etis, proses yang transparan, dan penerapan hukum yang konsisten oleh para hakim.

Apabila gagal, maka taruhannya adalah legitimasi seluruh sistem peradilan, dan pada ujungnya berdampak pada tata kelola demokrasi dan supremasi hukum itu sendiri.

Penulis: Dwi Satya Nugroho Aji

Sumber : Humas MA

Pewarta : Arif prihatin